Saturday 28 February 2015

Tradisi Kebudayan Di Kab. Grobogan




        Upacara sedekah bumi banyak dilakukan oleh masyarakat di berbagai desa. Tujuan dari upacara ini pada dasarnya dimaksudkan untuk memberikan persembahan kepada roh leluhur  yang telah meninggal dunia, dan ketika masih hidup diyakini oleh masyarakat desa yang bersangkutan sebagai cikal bakal pendiri desa. Roh leluhur itu biasa disebut dhanyang yang menempat di kuburan (pasareyan) khusus tempat pendiri desa itu dimakamkan, atau di kuburan umum bersama-sama warga masyarakat lainnya. kebersihan makam kuburan leluhur. 
Pengertian kebersihan dalam hal ini  dalam arti tidak saja bersih secara pisik tetapi bersih dari gangguan roh jahat.
           Salah satu contoh cara penyelenggaraan upacara sedekah bumi diantaranya  sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat desa Cingkrong Purwodadi Grobogan. Upacara sedekah bumi di desa itu biasanya dilakukan pada awal tahun, akhir tahun atau pada saat panen raya. Sebelum pelaksanaan upacara dilakukan terlebih dahulu dilakukan kegiatan membersihkan tempat  yang dianggap sakral  oleh masyarakat, tempat penyelenggaraan upacara. Sebagai pemimpin upacara adalah tokoh masyarakat yang dituakan. Ubarampai dari upacara sedekah bumi itu berupa aneka macam makanan, seperti nasi uduk dengan ditaburi parutan kelapa, ingkung ayam, aneka jajan pasar serta hasil panen. Segala jenis makanan ini dimaksudkan sebagai sesajen, dan sebelum dibawa ke tempat upacara diarak lebih dahulu keliling desa disertai dengan gamelan dan barongan. Pada akhirnya di tempat upacara, sebelum sesajen itu disantap bersama di beri do’a lebih dahulu oleh pemimpin upacara (modin), yang intinya mengharap keselamatan dan dilimpahkan banyak rejeki. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, jika upacara sedekah bumi tidak dijalankan akan terjadi bencana, seperti gagal panen dan banyak warga yang sakit-sakitan, dan ini konon pernah terjadi.
               Adapun pembiayaan acara sedekah bumi ini dibebankan secara bersama-sama kepada seluruh kepala keluarga dengan cara penarikan sumbangan sesuai dengan tingkat kemampuan ekonomi setiap warga.


Kematian Mendhak
Tradisi Mendhak adalah salah satu ritual dalam adat istiadat kematian budaya Jawa. Upacara tradisional Mendhak dilaksanakan secara individu atau berkelompok untuk memperingati kematian seseorang. Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk upacara tradisional Mendhak adalah sebagai berikut: tumpeng, sega uduk, side dishes, kolak, ketan, dan apem. Kadang-kadang, sebelum atau sesudah upacara Mendhak dilaksanakan, sanak keluarga dapat mengunjungi makam saudara mereka. Upacara tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam seribu hari setelah hari kematian: pertama disebut Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati satu tahun kematian (365 hari); kedua disebut Mendhak Pindho sebagai upacara peringatan dua tahun kematian; ketiga disebut sebagai Mendhak Telu atau Pungkasan atau Nyewu Dina, yang dilaksanakan pada hari ke seribu setelah kematian. Menurut kepercayaan Jawa, setelah satu tahun kematian, arwah dari saudara yang diperingati kematiannya tersebut telah memasuki dunia abadi untuk selamanya. Menurut kepercayaan juga, untuk memasuki dunia abadi tersebut, arwah harus melalui jalan yang sangat panjang; oleh karena itu penting sekali diadakannya beberapa upacara untuk menemani perjalanan sang arwah.

Upacara nyewu dina

Inti dari upacara ini memohon pengampunan kepada Tuhan. Perlengkapan upacara:             - Golongan bangsawan: takir pentang yang berisi lauk, nasi asahan, ketan kolak, apem, bunga telon ditempatkan distoples dan diberi air, memotong kambing, dara/merpati, bebek/itik, dan pelepasan burung merpati. - Golongan rakyat biasa: nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak, apem, ingkung ayam, nasi golong dan bunga yang dimasukan dalam lodong serta kemenyan. Upacara tersebut diadakan setelah maghrib dan diikuti oleh keluarga, ulama, tetangga dan relasi.


No comments:

Post a Comment